SA’ID BIN ZAID RADHIYALLAHU ‘ANHU: ‘SINGA PERANG YARMUK’
SA’ID BIN ZAID رضي الله عنه
Singa dalam Perang Yarmuk…
Salah seorang dari sepuluh orang Sahabat
Yang dijamin masuk Surga
Salah seorang Sahabat dari kalangan orang-orang yang masuk Islam angkatan pertama, ikut dalam Perang Badar, dan termasuk orang-orang yang Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah.
Ikut dalam seluruh perang bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Dia ikut dalam pengepungan dan penaklukan Damaskus, lalu Abu ‘Ubaidah رضي الله عنهmenjadikannya sebagai gubernurnya. Dia adalah orang pertama dari umat ini yang menjadi gubernur di Damaskus. [1]
TANAMAN YANG BAIK KELUAR DARI TANAH YANG BAIK DENGAN IZIN RABB-NYA
Zaid bin ‘Amr bin Naufal, ayah Sa’id bin Zaid رضي الله عنه , adalah orang khusus di zaman dan masanya. Orang-orang menyembah berhala, tetapi Zaid menyembah Allah Yang Maha Esa Pemilik pembalasan. Maka dari tulang sulbinya keluar anak yang penuh kebaikan ini, Sa’id bin Zaid, yang menjadi salah seorang dari sepuluh orang Sahabat yang dijamin Surga oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.
Zaid bin ‘Amr membiarkan hidup anak perempuan yang akan dikubur hidup-hidup. Jika dia melihat seorang ayah yang hendak melakukan itu terhadap anak perempuannya (yakni ingin membunuhnya), Zaid berkata, “Berhenti! Jangan membunuhnya, aku yang akan merawatnya.” Lalu Zaid mengambilnya. Ketika anak perempuan itu sudah dewasa, dia akan berkata kepada ayahnya, “Kalau engkau berkenan, aku menyerahkannya kepadamu, tetapi jika tidak, biarlah aku yang merawatnya.” [2]
Zaid mencela orang-orang Quraisy. Dia berkata, “Allah menciptakan domba, Allah menurunkan air dari langit untuknya, Dia menumbuhkan (tanaman dan rerumputan) dari bumi untuknya, kemudian kalian menyembelihnya bukan dengan nama Allah?”
Agar kita berbahagia bisa menyimak sirah ‘perjalanan hidup’ yang harum ini, marilah kita melihat bagaimana kehidupan Zaid bin ‘Amr. Bagaimanakah kisahnya, agar kita mengetahui bagaimana buah yang baik keluar dari dahan pohon yang penuh berkah.
RIHLAH (PERJALANAN) TAUHID
Pada suatu hari orang-orang Quraisy berkumpul pada hari raya mereka di sisi salah satu berhala mereka yang mereka agung-agungkan. Mereka menyembelih di sisinya, beri’tikaf padanya, dan bernadzar untuknya. Hari raya itu diperingati sehari dalam satu tahun.
Tiba-tiba ada empat orang yang menyingkir dari mereka. Mereka saling berbisik di antara mereka. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Kita sepakat untuk jujur dan saling menjaga rahasia.” Mereka berkata, “Ya.” Empat orang tersebut adalah Waraqah bin Naufal, ‘Ubaidullah bin Jahsy, ibunya adalah Umaimah binti ‘Abdil Muththalib, ‘Utsman bin Al-Huwairits, dan Zaid bin ‘Amr bin Nufail. Sebagian berkata kepada yang lain, “Demi Allah, kalian telah mengetahui bahwa kaum kita bukan berpijak kepada apa-apa. Mereka telah salah terhadap agama moyang mereka, Ibrahim. Mengapa kita thawaf di sekitar batu yang tidak mendengar, tidak melihat, tidak mendatangkan mudharat, dan tidak mendatangkan manfaat. Wahai kaum, carilah sebuah agama untuk diri kalian karena demi Allah, kalian bukan di atas apa pun.”
Lalu mereka bubar dan berpencar ke berbagai negeri mencari Hanifiyah agama Ibrahim.
Waraqah bin Naufal menelusuri agama Nasrani. Dia mencari kitab-kitab dari pemeluknya sehingga dia mengetahui ilmu dari Ahli Kitab. ‘Ubaidullah bin Jahsy terus mencari sampai Islam tiba dan dia masuk Islam lalu dia berhijrah ke Habasyah bersama kaum Muslimin diikuti isterinya, Ummu Habibah binti Abi Sufyan yang juga masuk Islam. Sayangnya, ketika dia tiba di Habasyah, dia memeluk agama Nasrani dan dia mati di sana sebagai Nasrani. Adapun ‘Utsman bin Al-Huwairits maka dia datang kepada Kaisar Raja Romawi. Dia masuk Nasrani dan mempunyai kedudukan di sisi sang raja.
Adapun Zaid bin ‘Amr bin Nufail maka dia menahan diri. Dia tidak ikut Yahudi dan tidak ikut Nasrani, namun dia juga tidak mengikuti agama kaumnya. Dia menjauhi berhala. Dia melarang mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dia berkata, “Aku menyembah Rabb Ibrahim.” Dia tidak segan mengkritik agama yang dianut oleh kaumnya.
Dari Asma’ binti Abi Bakar رضي الله عنهما, ia berkata, “Aku pernah melihat Zaid bin ‘Amr bin Nufail, seorang laki-laki tua yang telah berumur, dia menyandarkan punggungnya ke Ka’bah. Dia berkata, “Wahai orang-orang Quraisy! Demi Dzat yang jiwa Zaid bin ‘Amr berada di tanganNya, tidak seorang pun dari kalian yang memegang agama Ibrahim selain aku. Ya Allah, seandainya aku mengetahui wajah apakah yang paling Engkau cintai niscaya aku menyembahMu dengannya, tetapi aku tidak mengetahui.” Kemudian dia bersujud sekenanya.”
Ibnu Ishaq رحمه اللهberkata, “Aku diberitahu bahwa anaknya, Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail dan ‘Umar bin Al-Khaththab, sepupunya, berkata kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, “Apakah kami boleh beristighfar (memohonkan ampunan kepada Allah) untuk Zaid bin ‘Amr?” Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab,
نعم, فإنه يبعث أمة واحدة
“Ya karena dia akan dibangkitkan sebagai umat sendirian.” [3]
Zaid bin ‘Amr bin Nufail menjelaskan perpisahan dirinya terhadap agama kaumnya dan apa yang dia dapatkan demi itu:
Apakah satu Tuhan ataukah seribu Tuhan
Aku menyembah jika perkara terbagi?
Aku menunggalkan Lata dan Uzza semuanya
Begitulah yang dilakukan oleh orang kuat lagi sabar
Aku tidak menyembah Uzza, tidak pula kedua anaknya
Aku juga tidak mengunjungi dua berhala Bani ‘Amr
Aku tidak menyembah Hubal, ia pernah menjadi
Tuhan kita beberapa waktu, karena akalku berjalan
Aku heran, siang dan malam hari memang memiliki
Keajaiban yang diketahui oleh orang yang melihat
Bahwa Allah telah membinasakan orang-orang
Dalam jumlah besar, mereka adalah pelaku dosa-dosa
Dia menyisakan yang lain karena kebaikan suatu kaum
Lalu dari mereka seorang anak kecil tumbuh dewasa
Manakala seseorang berhenti sesaat, suatu hari dia bangkit
Sebagaimana dahan yang kering bersemi oleh hujan
Akan tetapi aku menyembah Ar-Rahman Rabbku
Agar Rabb Yang Maha Pengampun mengampuni dosaku
Jagalah ketaqwaan kepada Allah Rabb kalian
Selama kalian menjaganya kalian tidak akan merugi
Kamu melihat rumah orang-orang baik adalah Surga
Sedangkan Neraka yang panas untuk orang-orang Kafir
Kehinaan dalam kehidupan, jika mereka mati
Maka mereka mendapatkan apa yang menyempitkan dada.
Zaid bin ‘Amr bertekad meninggalkan Makkah untuk melanglang buana mencaru Hanifiyah agama Ibrahim. Tetapi, setiap kali Shafiyyah binti Al-Hadhrami melihatnya bersiap-siap untuk pergi, dia mengadukannya kepada Al-Khaththab bin Nufail.
Al-Khaththab mencelanya karena dia telah meninggalkan agama kaumnya. Al-Khaththab juga menyiksa Zaid. Dia membawanya ke perbukitan Makkah sampai Hira’ yang menghadap Makkah, lalu Al-Khaththab menugaskan para pemuda Quraisy dan orang-orang bodohnya untuk menjaganya. Dia berkata kepada mereka, “Jangan biarkan dia masuk ke Makkah.” Maka Zaid tidak masuk Makkah kecuali dengan sembunyi-sembunyi. Jika mengetahui hal itu, mereka memberitahu Al-Khaththab sehingga dia mengeluarkannya dan menyiksanya. Al-Khaththab tidak ingin Zaid merusak agama orang-orang Makkah dan tidak ingin ada orang Makkah yang mengikuti Zaid.
Kemudia Zaid keluar mencari agama Ibrahim عليه السلام. Dia bertanya kepada para Rahib ‘ahli ibadah’ dan para ulama Ahli Kitab, sampai Zaid tiba di Al-Mushil dan seluruh Jazirah. Dia terus melangkah sampai ke Syam. Dia menemui seorang Rahib di Mifa’ah[4] di bumi Balqa’[5].
Menurut mereka ilmu orang-orang Nasrani bersumber kepadanya, maka Zaid bertanya kepadanya tentang Hanifiyah agama Ibrahim, maka rahib itu berkata, “Sesungguhnya engkau mencari agama. Engkau tidak akan menemukan orang yang menunjukkanmu kepadanya pada hari ini, tetapi sudah tiba saatnya kehadiran suatu masa di mana seorang Nabi akan muncul di negerimu yang telah engkau tinggalkan. Nabi tersebut diutus membawa Hanifiyah agama Ibrahim. Pulanglah, karena sekarang dia diutus. Ini adalah zamannya.”
Zaid telah mempelajari Yahudi dan Nasrani, namun dia tidak menerima apa pun dari keduanya. Maka Zaid pulang dengan segera begitu dia mendengar apa yang diucapkan oleh rahib itu. Dia ingin pulang ke Makkah, tetapi di tengah negeri Kabilah Lakham, orang-orang menyerangnya dan membunuhnya.[6]
Di akhir kesempatan dalam hidupnya, Zaid memandang ke langit. Dia berkata, “Ya Allah, jika aku tidak berhasil mendapatkan kebaikan ini, biarkanlah anakku Sa’id yang mendapatkannya.”
Allah mengabulkan do’anya yang penuh berkah. Anaknya, Sa’id رضي الله عنه , termasuk orang-orang angkatan pertama yang masuk Islam. Sa’id رضي الله عنهmasuk Islam sebelum Nabi صلى الله عليه وسلم masuk rumah Al-Arqam.
Sa’id رضي الله عنه harus memikul bagian dari siksaan karena keislamannya.
Dari Qais bin Hazim رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Sa’id bin Zaid berkata kepada orang-orang, “Seandainya engkau melihatku pada saat ‘Umar -sebelum ia masuk Islam- mengikatku dan mengikat saudara perempuannya karena masuk Islam. Seandainya seseorang marah karena apa yang telah kalian perbuat terhadap ‘Utsman, niscaya dia berhak untuk marah.[7]”[8]
Islamnya Sa’id رضي الله عنه diikuti oleh isterinya, Fathimah binti Al-Khaththab رضي الله عنها, saudara perempuan ‘Umar bin Al-Khaththab رضي الله عنه. Allah menjadikan dua orang ini sebagai sebab ‘Umar masuk Islam, sekalipun sebab mendasar ‘Umar masuk Islam adalah do’a Nabi صلى الله عليه وسلم:
اللهم أعز الإسلام بأحب هذين الرجلين إليك: بأبى جهل أو بعمر بن الخطاب
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang lebih Engkau cintai: Abu Jahal atau ‘Umar bin Al-Khaththab.”
Yang lebih Allah cintai adalah ‘Umar.[9]
KEMULIAAN BESAR
Dari Sa’id bin Zaid رضي الله عنه bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Tenanglah wahai Hira’! karena di atasmu hanyalah seorang Nabi atau shiddiq atau syahid.”
Di atasnya adalah Nabi صلى الله عليه وسلم, Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Thalhah, Az-Zubair, Sa’ad, ‘Abdurrahman, dan Sa’id bin Zaid.[10]
ALLAH MENGABULKAN DO’ANYA
Dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya bahwa Arwa binti Uwais menuntut Sa’id dengan tuduhan telah mengambil sebagian dari tanah miliknya. Ia melaporkan Sa’id kepada Marwan bin Al-Hakam. Sa’id berkata, “Apakah aku mengambil sebagian dari tanahnya setelah aku mendengar dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم?” Marwan bertanya, “Apa yang engkau dengar dari beliau?” Sa’id menjawab, “Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Barangsiapa mengambil satu jengkal tanah secara zhalim niscaya tanah itu sampai tujuh lapisnya akan dipikulkan kepadanya.”
Maka Marwan berkata, “Aku tidak meminta bukti lain darimu setelah ini.” Sa’id berkata, “Ya Allah, jika wanita itu dusta, butakanlah matanya dan matikanlah ia di tanahnya sendiri.” Dia (‘Urwah perawi hadits) berkata, “Wanita tersebut tidak mati hingga dia buta. Kemudian ketika wanita itu berjalan di tanahnya, dia terjatuh ke dalam sebuah lubang lalu dia mati.”[11]
Saya menulis kisah ini untuk setiap pelaku kezhaliman di muka bumi ini bersama firman Allah Ta’ala:
وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنقَلَبٍ يَنقَلِبُونَ
“…Dan orang-orang yang zhalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali.” {QS. Asy-Syu’ara’: 227.}
Dan firman Allah:
وَلاَ تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأَبْصَارُ
“Dan janganlah engkau mengira bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang zhalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada hari itu mata (mereka) terbelalak.” {QS. Ibrahim: 42.}
JIHAD SA’ID رضي الله عنه DI JALAN ALLAH
Sa’id رضي الله عنه telah ikut dalam seluruh peperangan selain Perang Badar karena Nabi صلى الله عليه وسلم mengutusnya untuk suatu tugas penting. Sa’id رضي الله عنه pulang dari tugas tersebut ketika Nabi صلى الله عليه وسلمkembali membawa kemenangan. Maka Nabi صلى الله عليه وسلم memberikan bagiannya dari harta rampasan perang sehingga dia seperti orang yang ikut serta dalam Perang Badar.
Sa’id رضي الله عنه terus hadir dalam setiap peperangan setelah Rasulullah صلى الله عليه وسلم wafat. Dia mencari syahadah (mati syahid) di jalan Allah dan dia tidak menerima selainnya sebagai pengganti.
KEPAHLAWANAN SA’ID رضي الله عنهDI PERANG AJNADIN
Di perang ini Sa’id رضي الله عنه adalah panglima pasukan berkuda. Dia termasuk orang yang paling keras dalam perang. Dialah yang mengusulkan kepada Khalid رضي الله عنه agar memulai perang ketika pasukan Romawi melempari kaum Muslimin dengan anak panah. Sa’id bin Zaid رضي الله عنه berteriak kepada Khalid رضي الله عنه, “Mengapa kita menjadi sasaran orang-orang Ajam. Mereka telah menghujani kita dengan anak panah sehingga kuda-kuda sulit untuk dikendarai.” Maka Khalid رضي الله عنه menghadap kepada pasukan berkuda kaum Muslimin. Dia berkata kepada mereka, “Seranglah, semoga Allah merahmati kalian, dengan nama Allah.” Khalid menyerang tentara Romawi dan diikuti oleh seluruh kaum Muslimin. Mereka teguh dan sabar menghadapi dua kali serangan orang-orang Romawi atas mereka: sekali ke bagian kanan pasukan dan sekali ke bagian kiri. Kemudian kaum Muslimin teguh menghadapi hujan anak panah mereka. Pasukan kaum Muslimin bergerak menyerbu orang-orang Romawi dan mereka hanya memberikan perlawanan sesaat, setelah itu mereka kocar-kacir. Mereka menderita kekalahan hebat. Kaum Muslimin membunuhi mereka sesuka hati dalam jumlah besar dan menguasai markas mereka berikut isinya.
Dalam Tarikh Ath-Thabari disebutkan dari Ibnu Ishaq, ketika Qubqular, panglima pasukan Romawi, melihat kehebatan daya tempur dan serangan kaum Muslimin, dia berkata kepada pasukannya, “Tutupilah kepalaku dengan kain.” Mereka bertanya, “Mengapa?” Dia menjawab, “Hari yang sangat buruk. Aku tidak ingin melihatnya. Aku tidak pernah melihat dunia yang lebih buruk daripada ini.” Kaum Muslimin memenggalnya dalam keadaan kepalanya tertutup kain.
SINGA DALAM PERANG YARMUK
Barangkali inilah kepahlawanan yang paling cemerlang dari Sa’id رضي الله عنه, yaitu apa yang dia abadikan dalam sejarah Perang Yarmuk.
Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail رضي الله عنه berkata, “Pada Perang Yarmuk jumlah kami sekitar 24 ribu orang, sedangkan orang-orang Romawi keluar dalam jumlah 120 ribu pasukan. Mereka bergerak menuju kami dengan langkah-langkah berat seolah-olah mereka adalah gunung yang digerakkan oleh tangan-tangan yang tersembunyi. Di depan mereka para pendeta, para pastur, dan para tokoh agama Nasrani berjalan membawa salib dan mereka mengeraskan puji-pujian lalu pasukan menirukannya di belakang mereka. Suara mereka bergemuruh layaknya suara halilintar. Ketika jumlah mereka yang sedemikian besar itu Nampak di hadapan kaum Muslimin, kaum Muslimin tercengang; hati mereka tersusupi oleh sedikit ketakutan. Pada saat itu Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah رضي الله عنه berdiri mendorong kaum Muslimin untuk berperang. Dia berkata, “Wahai hamba-hamba Allah! Tolonglah (agama) Allah niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan kaki-kaki kalian. Wahai hamba-hamba Allah! Bersabarlah, karena kesabaran adalah keselamatan dari kekufuran dan mengundang ridha Rabb serta pengusir kehinaan. Siapkan tombak, berlindunglah dengan tameng, diamlah selain dari mengingat Allah عز وجلpada diri kalian sampai aku memerintahkan kalian, in sya Allah”.”
Sa’id رضي الله عنه berkata, “Pada saat itu seorang laki-laki keluar dari barisan kaum Muslimin. Dia berkata kepada Abu ‘Ubaidah, “Aku bertekad untuk mati saat ini. Adakah engkau ingin berkirim pesan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم?” Maka Abu ‘Ubaidah رضي الله عنه menjawab, “Ya,” sampaikan salamku dan salam kaum Muslimin kepada beliau. Katakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Rabb kami adalah benar”.”
Sa’id رضي الله عنه berkata, “Begitu aku mendengar kata-katanya dan aku melihatnya menghunus pedangnya lalu dia berjalan maju menyongsong musuh-musuh Allah, aku langsung menjatuhkan diri ke tanah, duduk berlutut. Aku menyiapkan tombakku. Aku menusuk seorang penunggang kuda pertama yang menyerang kami kemudian aku melompat ke arah musuh. Allah telah mencabut seluruh rasa takut yang ada di dalam hatiku, maka kaum Muslimin maju menyerang pasukan Romawi sehingga Allah menetapkan kemenangan untuk kaum Muslimin.”[12]
Hubaib bin Salamah رضي الله عنه berkata, “Pada Perang Yarmuk kami sangat terbantu oleh Sa’id bin Zaid رضي الله عنه, sungguh luar biasa dia! Sa’id tidak lain kecuali singa. Ketika melihat orang-orang Romawi dan takut kepada mereka, dia menjatuhkan dirinya di tanah dan duduk berlutut. Begitu orang-orang Romawi mendekatinya, dia melompat menyongsong mereka layaknya singa. Dengan tombaknya dia menusuk orang pertama dari pasukan Romawi dan membunuhnya. Dia terus berperang dengan berjalan kaki sebagai seorang pemberani tidak kenal takut. Dia juga berperang dengan berkuda sementara orang-orang bergabung kepadanya.”[13]
SAATNYA UNTUK BERPISAH
Setelah perjalanan hidup yang penuh pemberian, pengorbanan, dan jihad di jalan Allah, Sa’id bin Zaid رضي الله عنه pergi meninggalkan dunia ke Surga Allah Yang Maha Pengasih. Dia termasuk sepuluh orang Sahabat yang dijamin Surga. Sa’id رضي الله عنه wafat di Al-‘Aqiq lalu dibawa ke Madinah dan di sana dia dikebumikan. Sa’ad bin Abi Waqqas رضي الله عنه memandikannya. Orang yang meletakkannya di kuburan adalah Sa’ad dan Ibnu ‘Umar رضي الله عنهم. Hal itu pada tahun ke-50 atau 51H. Pada hari itu Sa’id berusia 70 tahun lebih. Semoga Allah meridhai Sa’id dan Sahabat-Sahabat yang lainnya.
Note:
[1]. Al-Isti’aah karya Ibnu ‘Abdil Barr (IV/188) dan Al-Ishaabah (IV/188).
[2]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq (no.3828), kitab: Al-Manaaqib, dan Al-Hakim (III/404), dia menyambungkan sanadnya serta menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.
[3]. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad (no.1647). Syaikh Ahmad Syakir رحمه الله berkata, “Sanadnya shahih”.
[4]. Mifa’ah pada dasarnya adalah dataran tinggi.
[5]. Wilayah di Damaskus perbatasan Omman, di sana terdapat banyak desa dan ladang pertanian yang luas. Dikatakan oleh Yaqut (dalam Mu’jamul Buldan).
[6]. As-Siirah karya Ibnu Hisyam (I/191-198) dengan gubahan.
[7]. Al-Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله dalam Fathul Baari (VII/176) berkata, “Ad-Dawudi berkata, “Maknanya, seandainya kabilah-kabilah bergerak dan menuntut balas dendam atas kematian ‘Utsman, niscaya mereka pantas untuk melakukannya.” Hadits ini menetapkan keutamaan Sa’id bin Zaid dan bahwa dia dan istrinya termasuk orang-orang angkatan pertama yang masuk Islam.”
[8]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no.3867) dari Qais bin Hazim رضي الله عنه.
[9]. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no.3681) dari Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani رحمه الله dalam Shahih At-Tirmidzi (no.2907).
[10]. Al-Arnauth berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad (I/187, 188, 189) dan Abu Dawud (no.4648) dengan sanad shahih.”
[11]. Diriwayatkan oleh Muslim (no.1231).
[12]. Shuwar min Hayatish Shahabah (I/155-158) karya Dr. ‘Abdurrahman Ra’fat Basya, cet. Muassasah Ar-Risalah.
[13]. Tarikh Ibni ‘Asakir (I/541) dan Al-Azdi (226).
demikian khazanah kali ini
shabirin stay
saya ferdy bayu aji shambles
Komentar
Posting Komentar